
Filosofi Elemen: Perjalanan Universitas Indonesia (UI) adalah salah satu yang terbaik. Perjalanan yang bermakna, berkelanjutan, dan selalu hidup. Perjalanan yang tidak lekang oleh waktu. Perjalanan ini kami simbolkan layaknya jarum jam yang terus berputar; tak pernah berhenti, tak pernah lelah. Mengingatkan kita pada langkah-langkah yang telah ditempuh sejak dulu hingga kini, menandai setiap detik dari perjalanan panjang menuju pengetahuan dan pengabdian.
Sejak awal 1970-an, Kampus Universitas Indonesia (UI) tersebar di tiga lokasi di Jakarta: Rawamangun, Salemba, dan Pegangsaan. Lokasi-lokasi tersebut dianggap tidak lagi mampu mendukung perkembangan UI untuk menciptakan lingkungan kampus yang terintegrasi.
Pada tahun 1975, dimulailah proses relokasi UI. Beberapa lokasi dipertimbangkan, seperti Ciputat, Kalibata, Ragunan, Semplak, Rumpin, Gunung Putri, dan Depok. Studi banding ke berbagai kampus di Asia dan kawasan ASEAN pada 1980–1982 menyimpulkan bahwa Depok, dengan luas lahan sekitar 300–312 hektare adalah pilihan terbaik.
Sebelumnya, akses menuju Depok masih terbatas: jalan menuju Pasar Minggu sempit dan jalur KRL Jakarta–Bogor hanya satu jalur. Namun, berkat sinergi antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, jalur ganda KRL pun akhirnya terwujud. Pada waktu yang bersamaan, Stasiun UI didirikan sebagai gerbang baru yang mempermudah perjalanan menuju kampus.

Master Plan Kampus UI Depok tahun 1980, PT. Encona Engineering INC. (Sumber : Arsip UI (1980)

Kampus UI Rawamangun tahun 1960. (Foto: Arsip UI)

Fakultas Kedokteran UI Salemba tahun 1960. (Foto: Arsip UI)

Gedung Rektorat UI Salemba tahun 1980. (Foto: Arsip UI)

Asrama UI di Pegangsaan Timur tahun 1989. (Foto: Arsip UI)
Pembangunan Stasiun Universitas Indonesia dirancang secara strategis sejak tahun 1984 dan selesai pada 1987. Sejak awal pembangunan, Stasiun ini direncanakan tidak hanya untuk sekedar titik perhentian KRL, tetapi menjadi pintu masuk ke kawasan kampus bagi sivitas akademika dari Fakultas Sosial, Ekonomi, dan Teknik. Sementara itu, Stasiun Pondok Cina yang sudah lebih dahulu ada rencananya ditujukan untuk mengakomodasi pengguna dari Fakultas Ekonomi dan Teknik di sisi selatan kampus

Desain Pembangunan Kampus UI Depok. (Sumber: University of Florida)

Pemaparan Proyek Pembangunan Kampus dan Stasiun UI Depok oleh Prof. Dr. Ir. Emirhadi Suganda, MSc. (Video: Arsip UI)

Denah Stasiun UI tahun 1988. (Sumber: Arsip UI)
Stasiun Universitas Indonesia resmi dioperasikan bersamaan di tahun saat Peresmian Kampus UI Depok dilaksanakan pada tahun 1987. Kampus Universitas Indonesia sendiri diresmikan lebih detailnya pada tanggal 5 September 1987 yang dihadiri oleh Presiden Soeharto. Pasca-Peresmian Stasiun UI, pembangunan Halte Stasiun UI menjadi langkah selanjutnya guna mendukung mobilitas dalam kampus ke stasiun.

Suasana Stasiun UI saat Peresmian Kampus UI Depok. (Video: Arsip UI)

Rektor UI, Prof. Dr. Sujudi memperlihatkan maket Gedung Kampu UI Depok kepada Presiden Soeharto 1987. (Foto: Arsip UI)

Pembangunan Halte Stasiun UI tahun 1987. (Foto: Arsip UI)
Reformasi Layanan KRL
Pascaperesmian, Stasiun UI ramai dengan pedagang-pedagang asongan yang berkeliaran di sekitar peron. Aktivitas ini berlangsung selama bertahun-tahun hingga pada tahun 2004, PT KAI memberlakukan kebijakan baru yang mewajibkan para pedagang menempati kios di sekitar stasiun. Namun, pada tahun 2012, PT KAI kembali menggagas penataan menyeluruh terhadap stasiun sebagai bagian dari upaya mendukung sistem tiket elektronik.
Penataan Stasiun UI puncaknya terjadi pada 29 Mei 2013, ketika seluruh kios berhasil ditertibkan dan area peron disterilkan. Sebanyak 81 kios dibongkar, dan KRL sementara tidak berhenti di Stasiun UI untuk memastikan keamanan dan kesiapan stasiun. Meskipun ditentang oleh mahasiswa dan pedagang. Langkah ini juga menjadi bagian dari persiapan untuk memperluas peron dan mengantisipasi pertumbuhan jumlah penumpang yang terus meningkat

Stasiun UI tahun 2004. (Foto: IRPS Jakarta)

Penataan kios-kios di lingkungan Stasiun UI tahun 2013. (Foto: Suara Mahasiswa UI)

Foto pasca penataan Stasiun UI tahun 2013. (Foto: Alviansyah Kuswidyatama)
Selain soal penataan ruko dan pedagang asoangan sekitar stasiun, masalah layanan kereta serta tarif juga menjadi perhatian KAI dalam mereformasi armadanya. KRL Ekonomi non-AC menjadi simbol citra transportasi umum yang kurang profesional di Indonesia. Tarif tiketnya yang rendah, pengawasan yang lemah, dan jadwal operasi tak menentu menyebabkan kereta sering kelebihan kapasitas di jam sibuk, hingga membahayakan keselamatan penumpang. Karena itu, KRL ini secara bertahap digantikan oleh layanan KRL Commuter Line yang lebih aman dan teratur.
Perubahan layanan tersebut mengalami pertentangan karena KRL Commuter Line AC tarifnya jauh lebih mahal dan belum tentu dapat dijangkau di semua kalangan. Walaupun terdapat pertentangan dalam proses reformasi layanan KRL, faktanya penumpang dapat beradaptasi dan lebih tertib dengan adanya sistem yang baru.

Penampakan KRL Ekonomi non-AC sebelum reformasi layanan 2010. (Foto: Subekti/Tempo)

KRL Commuter Line AC di Universitas Indonesia 2023. (Foto: Takeshi Aida/Wikipedia Common)
Perubahan tak hanya terjadi pada KRL yang kini semakin modern, cepat, dan nyaman. Sistem tiket sebagai pintu pertama layanan juga turut mengalami transformasi seiring waktu. Tiket kertas diberlakukan sejak awal layanan perkeretaapian diluncurkan. Penumpang harus mengantre membeli tiket di loket dan selanjutnya diberi tiket berupa selembar kertas.
Tiket ini lalu diperiksa petugas di dalam KRL. Tahapan tersebut cukup memakan waktu, tenaga, dan sampah kertas yang tidak sedikit. Hingga pada tahun 2013, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan modernisasi sistem pembayaran tiket kartu elektronik dan kode pemindai pembayaran.

Tiket Endmonson

Tiket Kertas

Tiket Elektronik

Kartu Multitrip

Uang Elektronik Bank

QR Code
Renovasi Stasiun UI
Universitas Indonesia sendiri sebenarnya sudah merencanakan renovasi yang ditujukan untuk Stasiun UI, Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Sayembara Desain Stasiun UI yang dilakukan di tahun 2008. Namun sayembara tersebut hanya berakhir hanya sebagai wacana.

Proposal Masterplan UI Depok tahun 2008. (Sumber: University of Florida)

Desain Pemenang Sayembara Perancangan Stasiun UI tahun 2019. (Foto: Ramadhona/Studiork)
Pada tahun 2019, UI bekerja sama dengan PT KAI dan BNI menyelenggarakan Sayembara Arsitektur Desain Stasiun UI lagi. Sayembara ini bertujuan menghasilkan konsep stasiun yang modern, hijau, dan interaktif.
Setelah proses seleksi, juara pertama diraih oleh tim SA-19 yang memiliki tiga orang anggota, yaitu Kusneri Prasetiani Ekawati, Ramadhona, dan Wildan Nachdy. Konsep yang diusung oleh tim ini adalah “Stasiun Universitas Indonesia: Social Space Station”. Dengan konsep tersebut stasiun UI membawa kesan hijau, modern, high tech, dan speedy yang tidak hanya melambangkan laju kereta, tetapi juga simbol laju perkembangan pendidikan di UI.

Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro dan Direktur Utama KAI, Didiek Hartantyo, menandatangani perjanjian Head of Agreement (HoA) tahun 2024. (Foto: Direktur Pengembangan Kerja Sama, Komersialisasi Aset, dan Kawasan Terpadu UI)
Selang 5 tahun, pada 14 November 2024, UI dan PT KAI menandatangani Head of Agreement (HoA) untuk mengembangkan Stasiun Universitas Indonesia menjadi pusat transportasi intermoda yang modern dan terintegrasi.
Sebagai tindak lanjut dari hasil sayembara dan perjanjian tersebut, pada Mei 2025, Lemtek UI memulai proyek Design Development Stasiun UI Depok. Proyek ini bertujuan mentransformasikan stasiun menjadi pusat mobilitas terpadu, ruang publik, dan kawasan gaya hidup berkelanjutan.